Laman

Sabtu, 18 September 2010

Bukittinggi, Kota Terindah di Indonesia

13.48 WIB, Sabtu, 18 September 2010, Kota kecil nan indah, Bukittinggi, diguyur hujan, dan tentu saja listrik padam. 76 hari 6 jam 20 menit semenjak keberangkatan ku dari pinggiran kota tempat ku menuntut ilmu. Daerah perbatasan yang cenderung kumuh dan padat oleh ilmu dan mahasiswa. Sudah lebih 2 bulan aku melepas rindu dengan suasana disini sejak tanggal 5 juli bus Bintang Kedjora langgananku melewati batas provinsi Jambi – Sumatra Barat. Dua hari perjalanan dari 3 juli membuat pinggang dan pantatku sangat tidak enak. Dan pukul 03.49 WIB dini hari akhirnya aku melihat sesuatu yang sangat kukenal. Sebuah motor Suzuki Tornado yang asap knalpotnya sering membuat ku pusing sedang parkir di depan kantor agen bus Bintang Kedjora. Ya, seorang lelaki paruh baya, sekitar 51 tahun sedang asik menikmati rokok kretek dan terlihat tubuh kurusnya diselimuti beberapa jaket tebal. Ku gendong ransel berwarna hijau tua warisan abangku dan langsung turun mencium tangan lelaki itu. “Lai baok jaket yan?” ucapnya. “Lai Pa” jawabku sambil berjalan ke motor kesayangan Papa. Dengan sekali tendangan firstime ala Roberto Carlos, si Tornado langsung memecah sunyinya pagi dengan suaranya yang sangat tidak enak. Bau khas keluar dari knalpotnya. Motor beranjak pulang sambil kunikmati indahnya Bukittinggi jam 4 pagi.
Dari kejauhan terlihat megahnya Kantor Walikota yang dihiasi temaramnya lampu jalan. Sebentar lagi aku akan sampai dirumah, ucapku dalam hati. Komplek Pemda II Gulai Bancah, tulisan di gerbang komplek yang berkarat sudah aku lalui. Itu dia, dan masih ada, jalan dari tanah tanpa aspal yang sangat becek kalau hujan turun. Diseberangnya berdiri rumah berwarna orange dan ada 3 orang yang sedang tidur nyenyak didalamnya. Ternyata Mama sudah berdiri di depan pintu, mungkin kebangun karena suara motor Papa. “Assalamualaikum” ucapku sambil mencium tangan Mama. “Walaikumsalam, baru tibo baru yan?” tanya Mama dengan mata sipit seperti orang cina. “Iyo Ma, jalan putuih di Lampuang”. “Makan lah dulu, tu lai sambalado ah, Ama ka lalok baliak, bisuak ama sakola pagi”. Ucapnya sambil masuk ke kamar. Sambalado, cabe merah kriting yang dikukus diatas nasi lalu digiling pake Batu Lado ditambah ikan asin yang digoreng kering. Ini salah satu hal yang membuatku kangen rumah. Selesai makan kulihat Vina dan Icha, dua orang adik perempuanku, dikamarnya sedang tidur dengan gaya bebas. Mereka berdua sangat bebas berekspresi kalau sedang tidur, sangat ekspresif. Lalu aku beranjak kelantai 2, ke kamar, langsug tidur, dan pingang serta pantat ku akhirnya mendapatkan tempat yang nyaman.
Jam 11.00, aku bangun, mandi, pake baju yang rapi, ambil handphone, sms, “aku brgkt”. Dan aku langsung berangkat dan sampai. Di depan gerbang rumah terlihat seorang gadis dengan rok panjang terurai dihiasi warna-warni pulkadot kecil-kecil dan motif bunga, atasannya dipadu-padankan dengan kerudung warna senada dengan baju bergarisnya. Dia adalah Mitra Fany Mahesa, pacarku. Mungkin sudah lebih 7 bulan aku tidak bertemu. “Assalamualaikum” ucapku sambil masuk kerumahnya. “Walaikumsalam, masuak lah sayang”. Jawabnya dan langsung kupotong “ Manih bana galak, dek pakai behel baru mah yo, hahahah”. Tapi matanya sedikit berair, mungkin luapan rindu lama tak bertemu sudah tak kuasa dibendungnya. Tubuh kurusku langsung dipeluk erat, “Fany taragak bana samo put”, ucapnya sambil terisak. Beberapa jam ngobrol kesana kemari, kami jalan-jalan keluar sambil cari makan. Langsung berangkat pake motor jadul punya ku.
Gggrrrr, ggrrrr, getar handphone diatas meja menghentikan obrolan kami. “Ani capek pulang, sabanta lai travel tibo”. Itu sms dari Mama nya Fany. Kami langsung pulang. Di depan rumah sudah menunggu sebuah mobil travel berwarna merah maroon. Fany bergegas mengambil barang-barangnya, izin ke Mamanya, mencium tanganku, dan masuk ke dalam travel. Ya, dia belum libur kuliah, jadi harus balik ke Padang. Mobil travelpun hilang dari pandangan mataku. “Bilo pulang yan” tanya Mama Fany pada ku. “ tadi malam tibo ma”, jawabku sambil diikuti obrolan ringan didepan rumah Fany. Beberapa saat, aku ijin pulang.
Baru satu hari bertemu udah pisah lagi, ucapku dalam hati. Tapi kali ini hanya di Padang, hanya 2 jam dari rumah. Oke, besok aku ke Padang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar